30 Agustus 2008

Manfaatkan Kembali Floppy Diskmu!!!

Era floppy disk telah berlalu, berganti dengan compact disk, flashdisk, external harddisk, dan lain - lain. Lalu apa yang dapat kita lakukan terhadap floppy disk kita? Dibuang? Oh jangan, masih banyak hal yang dapat dibuat dari floppy disk tersebut.

Di bawah ini beberapa stuffs yang dapat dibuat dengan memanfaatkan kembali floppy disk tersebut, antara lain :

1. Notepad

















2. Tempat Alat Tulis



















3. Kartu Ucapan



















Selain ketiga barang tersebut, kami yakin kawan - kawan dianugerahi kreatifitas yang dapat dikembangkan untuk memanfaatkan kembali floppy disk.

Semoga bermanfaat dan selamat mencoba.

matoa

29 Agustus 2008

Marhaban Ya Ramadhan

Assalammu alaikum Wr. Wb,

Ramadhan sudah diambang pintu,
Jika Allah berkehendak InsyaAllah kita kan menemui Ramadhan penuh barokah.
Semoga Gelar taqwa InsyaAllah akan menjadi milik Kita yang
berharga sebagai modal langkah kita selanjutnya
Salah paham, kesedihan, ego, sakit hati, adalah proses
dari kehidupan kita.



Dengan segala kekurangan dan kerendahan hati serta keikhlasan dengan semua khilafan dan kelalaian yang pernah saya lakukan
baik secara langsung maupun lewat dunia maya,
Jauh didalam hati yang senantiasa didalam genggaman Allah,

Wassamu'alaikum Wr. Wb.

Salam Lestari

YEERI BADRUN


24 Agustus 2008

AMDAL ato amdal-amdalan

Kita sadari pada masa-masa dekade terakhir ini, telah banyak bertumbuh berbagai usaha dan industri khususnya yang memanfaatkan sumberdaya alam. Di satu sisi hal ini akan memberikan dampak positif berupa peningkatan taraf perekonomian masyarakat dan nasional. Namun disisi lain dampak negatif muncul berupa terjadinya kerusakan lingkungan dan sumbardaya alam yang masif. Melihat hal ini pemerintah telah berupaya untuk menanggulangi terjadinya kerusakan lingkungan. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan menerbitkan berbagai peraturan perundang-udangan bidang lingkungan hidup.

Dalam Undang-Undang Lingkungan hidup No. 23 Tahun 1997 pada pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pada ayat 2 dikatakan pula bahwa Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan sebagai upaya melestarikan fungsi lingkungan hidup tersebut maka pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Tujuan AMDAL ini sangatlah bagus, yaitu adanya suatu kajian khusus terhadap suatu usaha atau kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Secara lebih ringkas dapat dikatakan kegiatan ini merupakan Studi Kelayakan Lingkungan -disamping adanya studi kelayakan teknis dan studi kelayakan ekonomis terhadap suatu rencana kegiatan. Hasil kajian inilah nantinya akan menjadi pegangan dan pedoman bagi pemerintah untuk mengeluarkan izin terhadap pelaksanaan suatu kegiatan dan selanjutnya melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut.

Sesungguhnya amdal ini telah dikenal dan berjalan selama lebih 22 tahun. Namun dalam perjalanannya ternyata oleh banyak kalangan dinilai kurang optimal. Hal ini disebabkan oleh lemahnya lembaga dan tim penyusun AMDAL. AMDAL itu sendiri merupakan kajian lingkungan yang sangat holistik (menyeluruh) Setiap kajian dari masing-masing komponen lingkungan baik fisika, kimia biologi dan sosial lingkungan harus saling terpadu dan terintregrasi antar masing-masing komponen lingkungan tersebut. Artinya kajian terhadap komponen fisika-kimia lingkungan harus juga memperhatikan pengaruhnya terhadap komponen biologi lingkungan dan sosial, ekonomi masyarakat, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu kajian AMDAL memerlukan memerlukan tim dari berbagai disiplin ilmu yang sangat memahami bidangnya masing-masing, namun dapat bekerja sama dan terintregrasi dengan bidang-bidang ilmu lainnya.

Akan tetapi selama ini terlihat bahwa kajian AMDAL cenderung berjalan sendiri-sendiri pada masing-masing komponen lingkungan, atau pengkajian AMDAL tersebut tidak secara holistik. Bahkan pada beberapa dokumen ditemukan dokumen AMDAL disusun hanya dengan menyalin dokumen AMDAL di tempat lain yang rencana kegiatannya sama—diganti informasi soal waktu, lokasi dan nama pemilik kegiatan.
Hasil studi Kementerian Lingkungan Hidup tiga tahun lalu, dari semua kualitas dokumen AMDAL yang dikaji, sebanyak 78 persen masuk kategori buruk dan sangat buruk. Hampir 50 persen Komisi Penilai Amdal tak menilai dokumen AMDAL secara mendalam dan menyeluruh.
Selama ini memang, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan maupun Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) memang tidak mengatur sanksi seputar AMDAL. Akibat ketiadaan sanksi dan lemahnya kualitas AMDAL, banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan dijumpai seiring beroperasinya perusahaan. Di Riau hal ini khususnya terlihat dari banyaknya kebakaran lahan yang dilaksanakan oleh berbagai perkebunan dan HTI dalam membuka lahan, atau luasnya kerusakan lahan gambut akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan HTI. Tingginya pencemaran di aliran Sungai Siak –yang selama ini diributkan ahli lingkungan di Riau- juga menunjukkan bukti bahwa industri yang berada di sepanjang Sungai Siak tidak melaksanakan pengelolaan lingkungan sesuai yang diamanatkan oleh AMDAL, RKL-RPL yang telah disusun, atau memang kualitas kajian AMDAL mereka itulah yang sangat lemah, khususnya dalam pedoman pengelolaan lingkungannya. Namun demikian diharapkan pada revisi UU No 23/1997 yang sudah di tangan DPR, sanksi akan diberikan kepada pemberi izin dan pengaju proyek (pemrakarsa) bila AMDAL yang disusun dan yang dikeluarkan izinnya ternyata dianggap tidak layak sesuai dengan standar tertentu.
Secara umum, proses amdal melibatkan pengaju (pemrakarsa), penyusun (berisi pakar), dan penilai (komisi amdal). Namun ada yang kurang, yaitu standarisasi. Secara nasional sertifikasi standar penyusun amdal belum ada. Pihak penyusun dokumen AMDAL haruslah bersertifikasi nasional dan Anggota Komisi Amdal juga harus berlisensi pula. Sehingga diharapkan kedepan tidak ada lagi AMDAL asal jadi, namun betul-betul hasil kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dokumen pengelolaan lingkungan yang dikeluarkan benar-benar dapat dilaksanakan dan dapat meminimalisasi segala dampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan bernar-benar dapat berjalan sebagaimana mestinya.