24 Februari 2012

Minyak dan Kerusakan Lingkungan

Beberapa waktu yang lalu, sebuah pengadilan di Provinsi Sucumbios Ekuador telah menetapkan
bersalah terhadap sebuah perusahaan tambang minyak transnasional yang berkedudukan di Amerika. Perusahaan ini diputuskan bersalah dan harus bertanggung jawab atas kerusakan sosial dan lingkungan yang disebabkan oleh minyak akibat kegiatan penambangan yang telah dilakukan selama 26 tahun terakhir di Provinsi Sucumbios Ekuador. Pengadilan telah memutuskan dan menetapkan perusahaan ini untuk membayar USD 18 miliar atau sekitar Rp. 162 trilyun terhadap kerusakan lingkungan dan sosial yang telah terjadi akibat kegiatan mereka. Keputusan ini tidak melibatkan pemerintah Ekuador namun sistem peradilan negara tersebut telah mengambil alih tanggung jawab pemerintahnya untuk menentukan kewajiban perusahaan terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh aktifitas perusahaan.

Perusahaan tambang minyak transnasional lainnya yang juga berkedudukan di Amerika dalam beberapa gugatan di Nigeria telah diperintahkan untuk membayar ganti rugi, tetapi perusahaan ini menolak untuk mengakui putusan-putusan ini dan menolak melakukan pembayaran ganti rugi. Dalam sidang yang diselenggarakan di London pada 2008 dan 2009, Perusahaan ini mengakui bertanggung jawab untuk tumpahan minyak yang terjadi di wilayah komunitas Bodø Nigeria. Dengan dukungan dari "Friends of the Earth" di Belanda dan Nigeria, nelayan dan petani dari Oruma dan komunitas lain di Nigeria menggugatan perusahaan tersebut ke Pengadilan di Den Haag Belanda. Sebagai salah satu kota di Belanda, Den Haag tidak hanya dikenal sebagai pusat pemerintahan yang terkenal karena kanal-nya, rumah-rumah yang cantik dan sepeda, tetapi juga merupakan kota pengadilan dimana Dewan Pengadilan Internasional dan Dewan Arbitrase Internasional juga berkedudukan di kota ini.

Para penggugat menuduh Perusahaan minyak tersebut lalai dalam penanggulangan dan pembersihan tumpahan minyak, selain itu masyarakat disekitar areal operasi penambangan minyak menyatakan bahwa kesehatan mereka terganggu oleh akitifitas pernambangan minyak dan juga oleh pembakaran gas dihasilkan dalam penambangan tersebut. Perusahaaan minyak tersebut menolak mengakui yurisdiksi Pengadilan Den Haag mengingat bahwa semua insiden terjadi di Nigeria. Namun demikian Pengadilan Den Haag tetap melanjutkan kasus tersebut. Akan tetapi jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Perusahaan tersebut belum dapat ditentukan, sehingga tuntutan tersebut tidak dapat di jalankan.

Pada tanggal 20 Desember 2011, lebih dari 40.000 barel minyak mentah bocor ke laut, mencapai pantai dari anjungan minyak Bonga, sekitar 120 kilometer dari Delta Niger. Kebocoran mempengaruhi semua masyarakat yang tinggal di sepanjang pantai. Ini adalah bencana yang terbaru dari dari suatu perusahaan perminyakan.

Di sisi lain, pada bulan Agustus 2011, Program Lingkungan PBB (UNEP) menerbitkan sebuah laporan yang berisi daftar tumpahan minyak Shell. Kedua fasilitas pembakaran gas (pembakaran gas yang tidak diinginkan yang dihasilkan selama produksi minyak) berada pada daerah padat populasi, dimana SOP perusaahan tersebut diragukan kemananannya bagi lingkungan. Sangat jarang bagi PBB menerbitkan laporan tentang perusahaan transnasional besar, akan tetapi karena kegiatannya yang berkaitan dengan ekstraksi minyak telah menyebabkan timbulnya kerusuhan di Delta Niger. Ribuan orang menjadi korban kerusuhan ini. Korban yang paling terkenal adalah penulis Nigeria dan aktivis lingkungan Ken Saro-Wiwa, seorang penduduk Ogoni, yang merupakan etnis minoritas. Saro-Wiwa dieksekusi oleh pemerintah militer bersama dengan delapan orang lainnya pada tahun 1995.

Bagaimana dengan Indonesia, adakah tuntutan masyarakat terhadap perusahaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan telah di kabulkan oleh pengadilan??

Biaya sosial dan lingkungan jarang diperhitungkan, karena dianggap "eksternalitas". "Eksternalitas" adalah biaya yang tidak tercermin dalam harga pasar barang dan jasa (yaitu, biaya untuk produksi suatu produk yang manfaatnya tidak dapat dirasakan langsung oleh konsumen). Untuk "menginternalisasi" eksternalitas, kita harus menetapkan harga pasar yang memperhitungkan kerusakan lingkungan. Eksternalitas biasanya disebut dengan istilah-istilah seperti: "ketidaksempurnaan pasar", disekonomis, atau limbah lingkungan hidup.

Eksternalitas sering diukur dalam istilah moneter, meskipun masih banyak variabel lainnya yang tidak terukur. Terkadang sulit untuk menghitung berapa nilai kerugian kehidupan manusia atau spesies yang telah punah. Walaupun demikian salah satu cara untuk mengkompensasi kerusakan lingkungan adalah adanya kesempatan untuk mengajukan tuntutan bagi perusahaan yang merusak lingkungan. Atau cara lainnya adalah dengan merubah sistem kebijakan pemerintah agar dapat menetapkan standar akuntansi yang dapat mengukur nilai ekologis lingkungan dan dampak limbah terhadap lingkungan hidup.

Ctt: Tulisan ini telah di edit dan tidak dimaksudkan untuk menyudutkan pihak-pihak yang disebut dalam tulisan namun sebagai bahan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan kita bersama.

01 Februari 2012

The final score of Chemistry and Biology Students Muhammadiyah University of Riau Year 2011-1

Bagi Mahasiswa Biologi dan Kimia,
Berikut ini adalah nilai matakuliah Taksonomi Hewan, AMDAL, dan PSDAH.
pertanyaan mengenai nilai-nilai tersebut dilayani sampai tanggal 4 Feb 2012. Lewat dari tanggal tersebut nilai akan di Finalisasi.

Untuk memperjelas, klik pada gambar.



Khusus MK PSDAH nilai akan difinalisasi setelah penggabungan tugas paper menjadi buku telah diserakan kepada Dosen ybs.